EKSPEDISI WAPALHI 40 PUNCAK
Gunung Guntur 2249 mdpl via Cikahuripan
The Miniatur of Semeru
Peserta:
Kang Kempon Harso Purnomo – Kabula
Kang Thomas Heriyanto – Kabula
Kang Gabenk Gustono – Garuda
Mba Nilam Kartikasari – Garuda
Dennilia – Gharbadri
Simpatisan:
Kang Tatuk Kurniawan
Kang Yulius Nanang
Mba Helena
Edelweiss dan Pinu
Gunung Guntur menjadi target dadakan di akhir tahun 2022, namun gagal terkendala waktu liburan anak-anak yang mepet tahun baru. Kemudian di reschedule ke 12-13 Maret, namun kembali ada beberapa urusan di tanggal yang sama dan akhirnya dimajukan jadi tanggal 3-4 Maret 2023. Puncak Masigit gunung Guntur akhirnya menyleding Gunung Sumbing untuk kesekian kalinya, hahaha. Cikahuripan, jalur yang kami pilih. Sebenarnya ada jalur yang lebih popular yaitu jalur Citiis. Namun kami memilih Cikahuripan karena jalur shortcut langsung menuju Puncak Masigit, puncak ke-4. Dan yang penting, jalur bisa diakses ojek hingga di ketinggian 1400 an mdpl. Kaaan, itu siih alesan sebenarnya, Tikum terakhir kami di stasiun Bandung. Mba Nilam dari Semarang, mas Gabenk dari Jepara, selebihnya dari Jakarta dan Bekasi. Aku menyelinap di team Jakarta.
Jumat, pukul 7 pagi setelah sarapan, kami melaju ke Garut dengan tujuan akhir JP Cikahuripan. Perjalanan dari Bandung menuju Garut lancar, 3 jam kami akhirnya sampai di desa Panjiwangi, kecamatan Tarogong Kaler, Garut, titik temu dengan porter. Kami menuju BC Cikahuripan melalui jalur ekslusive milik perusahaan peternakan sapi perah yang tidak bisa diakses oleh umum. Dengan mobil bak terbuka milik PT tsb, kami diangkut hingga ke perbatasan jalan beton cor. Menempuh waktu sekitar 15 menit dari desa. Dilanjutkan dengan jalan kaki melalui kebun warga selama 20 menitan. Ransel-ransel kami titipkan pada kang ojek hingga ke BC, melalui jalur yang sama. Jalan setapak melalui kebun kopi dan ladang sayuran, cabai, tomat, daun bawang pre, dan sawi pokcoy di sepanjang jalan menuju BC. Rasanya pengen ikut panen haha. Sebenarnya jalur menuju BC Cikahuripan bisa diakses untuk umum melalui desa Tanjung Karya, namun jarak desa ke BC memakan waktu sekitar 2-3 jam jalan kaki. Wegiaaahh. Kami tiba di BC pukul 12.30, ngisi formular adminsitrasi, istirahat, sholat, makan dan memulai pendakian pukul 13.50.
Jalur pendakian berada di belakang basecamp. Langkah pertama kami disambut dengan tanjakan dengan pembatas Langkah terbuat dari batang kayu utuh, naik menuju ladang kopi milik warga. Di ujung batas ladang, jalan mulai menyisir punggungan terbuka yang nyaris gundul. Sejauh mata memandang terlihat hamparan rumput ilalang bak permadani, hijau kekuningan. Jalur terbuka, tanpa pohon tegakan, matahahari siang itu sedikit garang, menemani Langkah kami di antara tanah padat dengan topping pasir dan kerikil, serta berseling dengan ilalang, Jalur berkerikil iki konstan menanjak landai dengan kemiringan 20 hingga 45 derajat. Berjalan slomo, aku memandang perbukitan gundul di kanan-kiri jalur, membuatku de javu akan Kepulauan Komodo. Yaa persis gitu deh. Jalur pendakian Gunung Guntur ini hampir 90% medannya berpasir dan kerikil, maka diwajibkan untuk memakai sepatu gunung demi keamanan.
Pos 1 Panyawangan, adalah trek terjauh, jarak dari BC sekitar 1,5 kilometer, dengan waktu tempuh standar 1 jam 15 menit. Dan kami sampi di Pos 1, sesuai timetable. Berada di ketinggian 1721, evelasi 300 meter dari BC. Kami break 10 menitan kemudian lanjut menuju Pos 2. Jalur relative masih sama, hanya lebih landai dan jaraknya pun hanya sekitar 300 meter. Sepanjang pendakian hingga Pos2, hanya ilalang dan perdu serta sesekali Edelweiss nyempil di antara mereka. Ada segelintir pohon cemara gunung menjulang secara sporadis. Pos 2 Panyileukan berada di ketinggian 1854 mdpl. Jalur masih di dominasi oleh pasir, kerikil dan rumput ilalang, hingga ke Pos Pintu Hutan. Pos ini adalah persimpangan jalur, menuju Pos 4 (Puncak 4) dan Pos 3 (Puncak 3). Jarak Pos 2 hingga ke Pintu Hutan hanya sekitar 300 meteran, kontur landai, medan berpasir halus dan masih terbuka. Di belakang plang Pintu Hutan, bukit Puncak 3, terlihat seperti kubah, mejulang.
Untuk menuju Pos 4, kami mengambil jalur kiri, jalur vegetasinya masih sangat rapat, beda drastic dengan pos-pos sebelumnya. Jarak dari pintu hutan ke Pos 4 hanya sekitar 400 meter saja, namun dengan elevasi sekitar 200 meter dengan sudut kemiringan hingga 70 derajat. Jalur berupa tanah padat dan tetap dengan topping pasir yang lebih dalam jika diinjak. Beberapa kali harus memanjat akar pohon, Jalur lumayan curam dan agak licin karena topping pasir, dan lembab. Hingga di batas vegetasi atas, jalur pasir lebih dominan. Tanjakan terakhir cukup Panjang dan medan full pasir. Kabut mulai menyapa saat kami di atas batas kendit (sabuk vegetasi). Selebihnya jalur pasir landai hingga Puncak 4. Masigit. Perjalanan dari BC hingga puncak kami tempuh 3.5 jam. Alhamdulillah. Tergolong pendek dan cepat, tapi pedes di betis, haha.
Puncak 4 merupakan camping ground yang luas, diselingi semak perdu. Pemandangan lepas menyajikan lansekap kota Garut ada beberapa puncak yang terlihat mengintip dari balik awan yang bergerumbul, yang paling dekat adalah Puncak 3, kemudian Papandayan dan Cikuray yang tinggi menjulang. Sayang, moment sunset tidak sempat diabadikan karena beradu waktu dengan kabut yang datang menyergap. Langit menampakan rona jingga kemerahan, seperti pipi gadis remaja yang bersemu merah, malu-malu. Kemudian di bawah terlihat cahaya lampu kota yang berpendaran laksana lautan kunang-kunang, meskipun tidak sefenomenal seribu kunang-kunang di Manhattan-nya pak Kayam. Indah.
Kami mendirikan 4 tenda di sini. Memasak, bercengkerama, tawa riang, melepas semua atribut yang menempel di status kita masing-masing. Kembali menjadi diri kita seutuhnya, lepas tanpa beban hingga saatnya bergelung dalam sleeping bag, dipeluk gulita malam dalam dekapan kabut dan angin yang datang silih berganti. Rencananya, esok hari kami akan naik ke Puncak 5, dan eksplore kawah yang masih aktif, namun rencana tinggal wacana.
Pagi, angin mengetuk tendaku. Kuintip sedikit, terlihat tembok putih mengelilingi tenda pertanda kabut masih setia nungguin kita semalaman di seling badai yang menumbangkan bambu penopang flysheet. Pukul 05.57 cahaya matahari perlahan mulai berpendar merobek langit, warna oren, kuning dan emas, berebut merobek kabut yang menyelimuti matahari. Alhamdulillah pukul 06.00 matahari menyibak kabut, menggeliat dan memancarkan pesonanya. MasyaAllah! Pemandangan sangat cantiik. Terang benderang. Waktunya sesi foto-foto. Meskipun hanya satu jam saja, Pukul 7, angin kencang kembali membawa kabut menyelimuti matahari, gelap seketika. Akhirnya kami memutuskan batal ke Puncak 5 dan balik ke tenda, untuk memulai aktitifas memasak dan sarapan. Setelah itu repacking dan pukul 9.30 kami turun ditemani kabut di sepanjang perjalanan. Diselingi dengan rehat dan foto-foto, kami sampai di BC pukul 12.00 (full team). Istirahat, makan siang, dan kembali berjalan ke batas jalan cor beton, dan naik pickup kembali ke desa Panjiwangi.
Sabtu malam, kami kembali di stasiun Bandung, kali ini untuk berpencaran. Mba Nilam balik ke Semarang, mas Gabenk dan aku ke Bekasi, mas Kempon sekeluarga juga ke Bekasi, mas Tom, mas Tatuk dan mas Yulius kembali ke Jakarta. Perjalanan di tengah musim hujan kali ini, tapi dapat bonus cuaca cerah sepanjang perjalanan adalah anugrah terindah.
Kabut, tunggu aku, di mana pun kau berada..
Akan kusapa dirimu dan kau bisa memelukku lagi
By Dennilia W 92.199 GB
7 Maret 2023
0 Comments